Warta Lainnya »

Berita Lainnya »

    Warta Lingga Sumedang, Banyak kesalah-pahaman terhadap Islam di tengah masyarakat. Misalnya saja jilbab. Tak sedikit orang menyangka bahwa yang dimaksud dengan jilbab adalah kerudung. Padahal tidak demikian. Jilbab bukan kerudung. Kerudung dalam al-Qur’an surah An-Nuur [24]: 31 disebut dengan istilah khimar (jamaknya: khumur), bukan jilbab. Adapun jilbab yang terdapat dalam surah al-Ahzab [33]: 59, sebenarnya adalah baju longgar yang menutupi seluruh tubuh perempuan dari atas sampai bawah.

    Kesalah-pahaman lain yang sering dijumpai adalah anggapan bahwa busana muslimah itu yang penting sudah menutup aurat, sedang mode baju apakah terusan atau potongan, atau memakai celana panjang, dianggap bukan masalah. Dianggap, model potongan atau bercelana panjang jeans oke-oke saja, yang penting ‘kan sudah menutup aurat. Kalau sudah menutup aurat, dianggap sudah berbusana muslimah secara sempurna. Padahal tidak begitu. Islam telah menetapkan syarat-syarat bagi busana muslimah dalam kehidupan umum, seperti yang ditunjukkan oleh nash-nash al-Qur’an dan as-Sunnah.

    Menutup aurat itu hanya salah satu syarat, bukan satu-satunya syarat busana dalam kehidupan umum. Syarat lainnya misalnya busana muslimah tidak boleh menggunakan bahan tekstil yang transparan atau mencetak lekuk tubuh perempuan. Dengan demikian, walaupun menutup aurat tapi kalau mencetak tubuh alias ketat atau menggunakan bahan tekstil yang transparan tetap belum dianggap busana muslimah yang sempurna.

    Karena itu, kesalahpahaman semacam itu perlu diluruskan, agar kita dapat kembali kepada ajaran Islam secara murni serta bebas dari pengaruh lingkungan, pergaulan, atau adat-istiadat rusak di tengah masyarakat sekuler sekarang. Memang, jika kita konsisten dengan Islam, terkadang terasa amat berat. Misalnya saja memakai jilbab (dalam arti yang sesungguhnya). Di tengah maraknya berbagai mode busana wanita yang diiklankan trendi dan up to date, jilbab secara kontras jelas akan kelihatan ortodoks, kaku, dan kurang trendi (dan tentu, tidak seksi). Padahal, busana jilbab itulah pakaian yang benar bagi muslimah.

    Di sinilah kaum muslimah diuji. Diuji imannya, diuji taqwanya. Di sini dia harus memilih, apakah dia akan tetap teguh mentaati ketentuan Allah dan Rasul-Nya, seraya menanggung perasaan berat hati namun berada dalam keridhaan Allah, atau rela terseret oleh bujukan hawa nafsu atau rayuan syaitan terlaknat untuk mengenakan mode-mode liar yang dipropagandakan kaum kafir dengan tujuan agar kaum muslimah terjerumus ke dalam limbah dosa dan kesesatan.

    Berkaitan dengan itu, Nabi Saw pernah bersabda bahwa akan tiba suatu masa di mana Islam akan menjadi sesuatu yang asing , termasuk busana jilbab, sebagaimana awal kedatangan Islam. Dalam keadaan seperti itu, kita tidak boleh larut. Harus tetap bersabar, dan memegang Islam dengan teguh, walaupun berat seperti memegang bara api. Dan insya Allah, dalam kondisi yang rusak dan bejat seperti ini, mereka yang tetap taat akan mendapat pahala yang berlipat ganda. Bahkan dengan pahala lima puluh kali lipat daripada pahala para shahabat. Sabda Nabi Saw :

    “Islam bermula dalam keadaan asing. Dan ia akan kembali menjadi sesuatu yang asing. Maka beruntunglah orang-orang yang terasing itu.” [HR. Muslim no. 145].

    “Sesungguhnya di belakang kalian ada hari-hari yang memerlukan kesabaran. Kesabaran pada masa-masa itu bagaikan memegang bara api. Bagi orang yang mengerjakan suatu amalan pada saat itu akan mendapatkan pahala lima puluh orang yang mengerjakan semisal amalan itu. Ada yang berkata, “Hai Rasululah, apakah itu pahala lima puluh di antara mereka?” Rasululah Saw menjawab, “Bahkan lima puluh orang di antara kalian (para shahabat).” [HR. Abu Dawud, dengan sanad hasan].



    Aurat Dan Busana Muslimah
    Ada 3 (tiga) masalah yang sering dicampuradukkan yang sebenarnya merupakan masalah-masalah yang berbeda-beda.

    - Pertama, masalah batasan aurat bagi wanita.
    - Kedua, busana muslimah dalam kehidupan khusus (al hayah al khashshash), yaitu tempat-tempat di mana wanita hidup bersama mahram atau sesama wanita, seperti rumah-rumah pribadi, atau tempat kost.
    - Ketiga, busana muslimah dalam kehidupan umum (al hayah ‘ammah), yaitu tempat-tempat di mana wanita berinteraksi dengan anggota masyarakat lain secara umum, seperti di jalan-jalan, sekolah, pasar, kampus, dan sebagainya. Busana wanita muslimah dalam kehidupan umum ini terdiri dari jilbab dan khimar.

    a. Batasan Aurat Wanita
    Aurat wanita adalah seluruh anggota tubuhnya kecuali wajah dan dua telapak tangannya. Lehernya adalah aurat, rambutnya juga aurat bagi orang yang bukan mahram, meskipun cuma selembar. Seluruh tubuh kecuali wajah dan dua telapak tangan adalah aurat yang wajib ditutup. Hal ini berlandaskan firman Allah SWT:

    “Dan janganlah mereka menampakkan perhiasannya, kecuali yang (biasa) nampak dari padanya.” (Qs. an-Nuur [24]: 31).

    Yang dimaksud “wa laa yubdiina ziinatahunna” (janganlah mereka menampakkan perhiasannya), adalah “wa laa yubdiina mahalla ziinatahinna” (janganlah mereka menampakkan tempat-tempat (anggota tubuh) yang di situ dikenakan perhiasan) (Lihat Abu Bakar Al-Jashshash, Ahkamul Qur’an, juz III, hal. 316).

    Selanjutnya, “illa maa zhahara minha” (kecuali yang (biasa) nampak dari padanya). Jadi ada anggota tubuh yang boleh ditampakkan. Anggota tubuh tersebut, adalah wajah dan dua telapak tangan. Demikianlah pendapat sebagian shahabat, seperti ‘Aisyah, Ibnu Abbas, dan Ibnu Umar (Al-Albani, 2001 : 66). Ibnu Jarir Ath-Thabari (w. 310 H) berkata dalam kitab tafsirnya Jami’ Al-Bayan fi Tafsir Al-Qur’an, juz XVIII, hal. 84, mengenai apa yang dimaksud dengan “kecuali yang (biasa) nampak dari padanya” (illaa maa zhahara minha): “Pendapat yang paling mendekati kebenaran adalah yang mengatakan, ‘Yang dimaksudkan adalah wajah dan dua telapak tangan’.” Pendapat yang sama juga dinyatakan Imam Al-Qurthubi dalam kitab tafsirnya Al-Jami’ li Ahkam Al-Qur’an, juz XII, hal. 229 (Al-Albani, 2001 : 50 & 57).

    Jadi, yang dimaksud dengan apa yang nampak dari padanya adalah wajah dan dua telapak tangan. Sebab kedua anggota tubuh inilah yang biasa nampak dari kalangan muslimah di hadapan Nabi Saw sedangkan beliau mendiamkannya. Kedua anggota tubuh ini pula yang nampak dalam ibadah-ibadah seperti haji dan shalat. Kedua anggota tubuh ini biasa terlihat di masa Rasulullah Saw, yaitu di masa masih turunnya ayat al-Qur’an (An-Nabhani, 1990 : 45). Di samping itu terdapat alasan lain yang menunjukkan bahwasanya seluruh tubuh wanita adalah aurat kecuali wajah dan dua telapak tangan karena sabda Rasulullah Saw kepada Asma’ binti Abu Bakar :

    “Wahai Asma’ sesungguhnya seorang wanita itu apabila telah baligh (haidl) maka tidak boleh baginya menampakkan tubuhnya kecuali ini dan ini, seraya menunjukkan wajah dan telapak tangannya.” [HR. Abu Dawud].

    Inilah dalil-dalil yang menunjukkan dengan jelas bahwasanya seluruh tubuh wanita itu adalah aurat, kecuali wajah dan dua telapak tangannya. Maka diwajibkan atas wanita untuk menutupi auratnya, yaitu menutupi seluruh tubuhnya kecuali wajah dan telapak tangannya.

    b. Busana Muslimah Dalam Kehidupan Khusus
    Adapun dengan apa seorang muslimah menutupi aurat tersebut, maka di sini syara’ tidak menentukan bentuk/model pakaian tertentu untuk menutupi aurat, akan tetapi membiarkan secara mutlak tanpa menentukannya dan cukup dengan mencantumkan lafadz dalam firman-Nya (Qs. an-Nuur [24]: 31) “wa laa yubdiina” (Dan janganlah mereka menampakkan) atau sabda Nabi Saw “lam yashluh an yura minha” (tidak boleh baginya menampakkan tubuhnya) [HR. Abu Dawud]. Jadi, pakaian yang menutupi seluruh auratnya kecuali wajah dan telapak tangan dianggap sudah menutupi, walau bagaimana pun bentuknya. Dengan mengenakan daster atau kain yang panjang juga dapat menutupi, begitu pula celana panjang, rok, dan kaos juga dapat menutupinya. Sebab bentuk dan jenis pakaian tidak ditentukan oleh syara’.

    Berdasarkan hal ini maka setiap bentuk dan jenis pakaian yang dapat menutupi aurat, yaitu yang tidak menampakkan aurat dianggap sebagai penutup bagi aurat secara syar’i, tanpa melihat lagi bentuk, jenis, maupun macamnya.

    Namun demikian syara’ telah mensyaratkan dalam berpakaian agar pakaian yang dikenakan dapat menutupi kulit. Jadi pakaian harus dapat menutupi kulit sehingga warna kulitnya tidak diketahui. Jika tidak demikian, maka dianggap tidak menutupi aurat. Oleh karena itu apabila kain penutup itu tipis/transparan sehingga nampak warna kulitnya dan dapat diketahui apakah kulitnya berwarna merah atau coklat, maka kain penutup seperti ini tidak boleh dijadikan penutup aurat.

    Mengenai dalil bahwasanya syara’ telah mewajibkan menutupi kulit sehingga tidak diketahui warnanya, adalah hadits yang diriwayatkan dari Aisyah r.a. bahwasanya Asma’ binti Abubakar telah masuk ke ruangan Nabi Saw dengan berpakaian tipis/transparan, lalu Rasulullah Saw berpaling seraya bersabda :

    “Wahai Asma` sesungguhnya seorang wanita itu apabila telah baligh (haidl) tidak boleh baginya untuk menampakkan tubuhnya kecuali ini dan ini.” [HR. Abu Dawud].

    Jadi Rasulullah Saw menganggap kain yang tipis itu tidak menutupi aurat, malah dianggap menyingkapkan aurat. Oleh karena itu lalu Nabi Saw berpaling seraya memerintahkannya menutupi auratnya, yaitu mengenakan pakaian yang dapat menutupi.

    Dalil lainnya juga terdapat dalam hadits riwayat Usamah bin Zaid, bahwasanya ia ditanyai oleh Nabi Saw tentang Qibtiyah (baju tipis) yang telah diberikan Nabi Saw kepada Usamah. Lalu dijawab oleh Usamah bahwasanya ia telah memberikan pakaian itu kepada isterinya, maka Rasulullah Saw bersabda kepadanya:

    “Suruhlah isterimu mengenakan baju dalam di balik kain Qibtiyah itu, karena sesungguhnya aku khawatir kalau-kalau nampak lekuk tubuhnya.” [HR. Ahmad dan Al-Baihaqi, dengan sanad hasan. Dikeluarkan oleh Adh-Dhiya’ dalam kitab Al-Ahadits Al-Mukhtarah, juz I, hal. 441] (Al-Albani, 2001 : 135).

    Qibtiyah adalah sehelai kain tipis. Oleh karena itu tatkala Rasulullah Saw mengetahui bahwasanya Usamah memberikannya kepada isterinya, beliau memerintahkan agar dipakai di bagian dalam kain supaya tidak kelihatan warna kulitnya dilihat dari balik kain tipis itu, sehingga beliau bersabda: “Suruhlah isterimu mengenakan baju dalam di balik kain Qibtiyah itu.”

    Dengan demikian kedua hadits ini merupakan petunjuk yang sangat jelas bahwasanya syara’ telah mensyaratkan apa yang harus ditutup, yaitu kain yang dapat menutupi kulit. Atas dasar inilah maka diwajibkan bagi wanita untuk menutupi auratnya dengan pakaian yang tidak tipis sedemikian sehingga tidak tergambar apa yang ada di baliknya.


    c. Busana Muslimah Dalam Kehidupan Umum
    Pembahasan poin b di atas adalah topik mengenai penutupan aurat wanita dalam kehidupan khusus. Topik ini tidak dapat dicampuradukkan dengan pakaian wanita dalam kehidupan umum, dan tidak dapat pula dicampuradukkan dengan masalah tabarruj pada sebagian pakaian-pakaian wanita.

    Jadi, jika seorang wanita telah mengenakan pakaian yang menutupi aurat, tidak berarti lantas dia dibolehkan mengenakan pakaian itu dalam kehidupan umum, seperti di jalanan umum, atau di sekolah, pasar, kampus, kantor, dan sebagainya. Mengapa? Sebab untuk kehidupan umum terdapat pakaian tertentu yang telah ditetapkan oleh syara’. Jadi dalam kehidupan umum tidaklah cukup hanya dengan menutupi aurat, seperti misalnya celana panjang, atau baju potongan, yang sebenarnya tidak boleh dikenakan di jalanan umum meskipun dengan mengenakan itu sudah dapat menutupi aurat.

    Seorang wanita yang mengenakan celana panjang atau baju potongan memang dapat menutupi aurat. Namun tidak berarti kemudian pakaian itu boleh dipakai di hadapan laki-laki yang bukan mahram, karena dengan pakaian itu ia telah menampakkan keindahan tubuhnya (tabarruj). Tabarruj adalah, menempakkan perhiasan dan keindahan tubuh bagi laki-laki asing/non-mahram (izh-haruz ziinah wal mahasin lil ajaanib) (An-Nabhani, 1990 : 104). Oleh karena itu walaupun ia telah menutupi auratnya, akan tetapi ia telah bertabarruj, sedangkan tabarruj dilarang oleh syara’.

    Pakaian wanita dalam kehidupan umum ada 2 (dua), yaitu baju bawah (libas asfal) yang disebut dengan jilbab, dan baju atas (libas a’la) yaitu khimar (kerudung). Dengan dua pakaian inilah seorang wanita boleh berada dalam kehidupan umum, seperti di kampus, supermarket, jalanan umum, kebun binatang, atau di pasar-pasar.

    Apakah pengertian jilbab? Dalam kitab Al Mu’jam Al Wasith karya Dr. Ibrahim Anis (Kairo : Darul Maarif) halaman 128, jilbab diartikan sebagai “Ats tsaubul musytamil ‘alal jasadi kullihi” (pakaian yang menutupi seluruh tubuh), atau “Ma yulbasu fauqa ats tsiyab kal milhafah” (pakaian luar yang dikenakan di atas pakaian rumah, seperti milhafah (baju terusan), atau “Al Mula`ah tasytamilu biha al mar’ah” (pakaian luar yang digunakan untuk menutupi seluruh tubuh wanita).

    Jadi jelaslah, bahwa yang diwajibkan atas wanita adalah mengenakan kain terusan (dari kepala sampai bawah) (Arab: milhafah/mula`ah) yang dikenakan sebagai pakaian luar (di bawahnya masih ada pakaian rumah, seperti daster, tidak langsung pakaian dalam) lalu diulurkan ke bawah hingga menutupi kedua kakinya.

    Untuk baju atas, disyariatkan khimar, yaitu kerudung atau apa saja yang serupa dengannya yang berfungsi menutupi seluruh kepala, leher, dan lubang baju di dada. Pakaian jenis ini harus dikenakan jika hendak keluar menuju pasar-pasar atau berjalan melalui jalanan umum (An-Nabhani, 1990 : 48).

    Apabila ia telah mengenakan kedua jenis pakaian ini (jilbab dan khimar) dibolehkan baginya keluar dari rumahnya menuju pasar atau berjalan melalui jalanan umum, yaitu menuju kehidupan umum. Akan tetapi jika ia tidak mengenakan kedua jenis pakaian ini maka dia tidak boleh keluar dalam keadaan apa pun, sebab perintah yang menyangkut kedua jenis pakaian ini datang dalam bentuk yang umum, dan tetap dalam keumumannya dalam seluruh keadaan, karena tidak ada dalil yang mengkhususkannya.

    Dalil mengenai wajibnya mengenakan dua jenis pakaian ini, karena firman Allah SWT mengenai pakaian bagian bagian atas (khimar/kerudung) :

    “Hendaklah mereka menutupkan kain kerudung ke dadanya, dan janganlah menampakkan perhiasannya, kecuali yang (biasa) nampak dari padanya.” (Qs. an-Nuur [24]: 31).

    Dan karena firman Allah SWT mengenai pakaian bagian bawah (jilbab) :

    “Wahai Nabi katakanlah kepada isteri-isterimu, anak-anak perempuanmu dan isteri-isteri orang mu’min: ‘Hendaklah mereka mengulurkan jilbabnya.” (Qs. al-Ahzab [33]: 59).

    Adapun dalil bahwa jilbab merupakan pakaian dalam kehidupan umum, adalah hadits yang diriwayatkan dari Ummu ‘Athiah r.a., bahwa dia berkata :

    “Rasulullah Saw memerintahkan kaum wanita agar keluar rumah menuju shalat Ied, maka Ummu ‘Athiyah berkata, ‘Salah seorang di antara kami tidak memiliki jilbab?’ Maka Rasulullah Saw menjawab: ‘Hendaklah saudarinya meminjamkan jilbabnya kepadanya!” [Muttafaqun ‘alaihi] (Al-Albani, 2001 : 82).

    Berkaitan dengan hadits Ummu ‘Athiyah ini, Syaikh Anwar Al-Kasymiri, dalam kitabnya Faidhul Bari, juz I, hal. 388, mengatakan: “Dapatlah dimengerti dari hadits ini, bahwa jilbab itu dituntut manakala seorang wanita keluar rumah, dan ia tidak boleh keluar (rumah) jika tidak mengenakan jilbab.” (Al-Albani, 2001 : 93).

    Dalil-dalil di atas tadi menjelaskan adanya suatu petunjuk mengenai pakaian wanita dalam kehidupan umum. Allah SWT telah menyebutkan sifat pakaian ini dalam dua ayat di atas yang telah diwajibkan atas wanita agar dikenakan dalam kehidupan umum dengan perincian yang lengkap dan menyeluruh. Kewajiban ini dipertegas lagi dalam hadits dari Ummu ‘Athiah r.a. di atas, yakni kalau seorang wanita tak punya jilbab, untuk keluar di lapangan sholat Ied (kehidupan umum),  maka dia harus meminjam kepada saudaranya (sesama muslim). Kalau tidak wajib, niscaya Nabi Saw tidak akan memerintahkan wanita mencari pinjaman jilbab.

    Untuk jilbab, disyaratkan tidak boleh potongan, tetapi harus terulur sampai ke bawah sampai menutup kedua kaki, sebab Allah SWT mengatakan: “yudniina ‘alaihinna min jalabibihinna” (Hendaklah mereka mengulurkan jilbab-jilbab mereka).

    Dalam ayat tersebut terdapat kata “yudniina” yang artinya adalah yurkhiina ila asfal (mengulurkan sampai ke bawah/kedua kaki). Penafsiran ini yaitu idnaa’ berarti irkhaa’ ila asfal— diperkuat dengan dengan hadits Ibnu Umar bahwa dia berkata, Rasulullah Saw telah bersabda :

    “Barang siapa yang melabuhkan/menghela bajunya karena sombong, maka Allah tidak akan melihatnya pada Hari Kiamat nanti.’ Lalu Ummu Salamah berkata,’Lalu apa yang harus diperbuat wanita dengan ujung-ujung pakaian mereka (bi dzuyulihinna).” Nabi Saw menjawab,’Hendaklah mereka mengulurkannya (yurkhiina) sejengkal (syibran)’ (yakni dari separoh betis). Ummu Salamah menjawab, ‘Kalau begitu, kaki-kaki mereka akan tersingkap.’ Lalu Nabi menjawab, ‘Hendaklah mereka mengulurkannya sehasta (fa yurkhiina dzira`an) dan jangan mereka menambah lagi dari itu.” [HR. At-Tirmidzi, juz III, hal. 47; hadits sahih] (Al-Albani, 2001 : 89).

    Hadits di atas dengan jelas menunjukkan bahwa pada masa Nabi Saw, pakaian luar yang dikenakan wanita di atas pakaian rumah yaitu jilbab telah diulurkan sampai ke bawah hingga menutupi kedua kaki.

    Berarti jilbab adalah terusan, bukan potongan. Sebab kalau potongan, tidak bisa terulur sampai bawah. Atau dengan kata lain, dengan pakaian potongan seorang wanita muslimah dianggap belum melaksanakan perintah “[/i]yudniina ‘alaihinna min jalaabibihina[/i]” (Hendaklah mereka mengulurkan jilbab-jilbabnya). Di samping itu kata min dalam ayat tersebut bukan min lit tab’idh (yang menunjukkan arti sebagian) tapi merupakan min lil bayan (menunjukkan penjelasan jenis). Jadi artinya bukanlah “Hendaklah mereka mengulurkan sebagian jilbab-jilbab mereka” (sehingga boleh potongan), melainkan Hendaklah mereka mengulurkan jilbab-jilbab mereka (sehingga jilbab harus terusan) (An-Nabhani, 1990 : 45-51).

    Dari penjelasan di atas jelas bahwa wanita dalam kehidupan umum wajib mengenakan baju terusan yang longgar yang terulur sampai ke bawah yang dikenakan di atas baju rumah mereka. Itulah yang disebut dengan jilbab dalam al-Qur’an.

    Jika seorang wanita muslimah keluar rumah tanpa mengenakan jilbab seperti itu, dia telah berdosa, meskipun dia sudah menutup auratnya. Sebab mengenakan baju yang longgar yang terulur sampai bawah adalah fardlu hukumnya. Dan setiap pelanggaran terhadap yang fardlu dengan sendirinya adalah suatu penyimpangan dari syariat Islam di mana pelakunya dipandang berdosa di sisi Allah.

    Setelah ia membaca dan memahami betul wacana diatas,  kita fahamlah bahwa ternyata menutup aurat adalah suatu kewajiban bagi setiap wanita muslim yang telah baligh (dewasa). Ia pun juga menyadari bahwa ternyata apa yang dilakukan di dunia ini kelak di hari pembalasan akan dimintai pertangungjawabannya, tak luput juga dengan pertangungjawaban menutup aurat. Seusai memahami tulisan ini ia bergegas tuk berusaha dan bersegera tuk mencari pinjaman jilbab dan kerudung.Muski sebenarnya ia masih berat untuk melakukannya, tapi inilah bentuk konsekwensi keimanan kita terhadap Allah SWT. Semoga kita bisa tetep terus istiqomah di jalan-NYA tuk menerapkan perintah-perintah Allah SWT di muka bumi ini. Aamiin

    Sumber Media: MTsN Ujungjaya Sumedang


    ,

    Warta Lingga Sumedang, Warta Lingga Sumedang - Di Sumedang hampir seluruh toko atau butik pakaian, sebagian besar produknya adalah busana muslim syar'i lengkap dengan jilbabnya.  Mulai dari toko kelontongan di pasar sumedang, toko-toko retail jilbab di kota Sumedang hingga toko besar seperti: Griya Busana, Rabbani Sumedang dengan bermacam-macam merek dan corak baju gamis, hijab dan Jilbab.

    Busana  yang paling diminati adalah hijab atau gamis syar'i, dengan berbagai macam corak dan model.

    Busana ini dibandrol dengan harga cukup mahal karena dibuat dengan bahan sangat nyaman. Harga menengah terbuat dari bahan tak terlalu nyaman yang dapat menimbulkan rasa gerah, panas, atau pergerakan menjadi kaku.
    Bahan yang nyaman yaitu menimbulkan rasa dingin, teduh, dan lembut di kulit menjadi hal yang mutlak dalam pembuatan busana ini. Faktor ini jugalah yang justru membuat busana ini digemari banyak orang.

    Bahan terbaik adalah kain korea yang sangat lembut dan jatuh di badan. Modelnya yang syar'i tidak membuat badan gerah atau terbatasi gerakannya. Tapi malah menjadi rapi, anggun dan cantik.

    Meski demikian, Linda membuat beberapa busana lain dengan bahan biasa. Biasanya busana ini dibeli untuk alternatif. Jadi, pembeli justru membeli dua buah pakaian, yaitu gamis mahal dan ekonomis.

    Harga yang dipatok di tokonya mulai Rp.100 ribu sampai Rp.500 ribu. Harga termahal dilengkapi dengan hiasan manik-manik, bordiran, atau payet. Ada juga gamis lebih mahal lainnya tapi khusus di Sumedang tidak laku karena harganya sudah tidak terjangkau.

    ,

    Warta Lingga Sumedang - Satu abad silam, tepatnya pada 1914, pemerintah Hindia Belanda membangun enam benteng di lima lokasi wilayah Sumedang, yaitu Benteng Gunung Kunci, Benteng Palasari, Benteng Pamarisen, Benteng Gunung Gadung, Benteng Pasir Bilik dan Benteng Darangdan.

    Wanawisata Gunung Kunci Sumedang

    Sektar 100 tahun lalu, Sumedang berada di wilayah kekuasaan Kerajaan Mataram yang kemudian diserahkan kepada pemerintahan Belanda, karena kalah perang. Saat itu, bupati yang memimpin adalah Pangeran Suriaatmaja atau Pangeran Mekah.

    Benteng Pasir Bilik Gunung Datar Sumedang
    Saat menduduki Sumedang, pemerintah kolonial Belanda langsung membangun benteng pertahanan untuk mengawasi tentara Sekutu. Karena saat itu diperkirakan mendarat di Cirebon dan akan menyerang Batavia melalui jalan darat yang dibangun Gubernur Jenderal Herman Willem Daendels. Salah satu cara untuk mengadang gerak pasukan itu, Belanda membangun enam benteng di Sumedang. 
     
    Empat benteng di antaranya digunakan sebagai pertahanan Belanda untuk mengintai gerak-gerik sekutu. Satu benteng lainnya yaitu benteng air Darangdan digunakan menahan air di Sungai Cipeles. Pintu air pada benteng tersebut akan dibuka manakala ada penyerangan dari  sekutu. Tujuannya, agar air Cipeles melimpah ke wilayah kota dan menghambat perjalanan rombongan.

    Benteng Cipeles Sumedang
    Benteng-benteng ini dibangun mulai 1914 sampai dengan 1917. Pemerintah Hindia Belanda meresmikannya pada 1918. Keberadaan benteng-benteng tersebut kini sudah satu abad lamanya di Sumedang.

    Sejak Pemerintah Hindia Belanda meninggalkan tanah Sumedang, banyak peninggalan belanda yang mempunyai nilai sejarah dan budaya. Sayang, sejak sepeninggalnya belanda pada 1950 di tanah Pasundan ini, benteng-benteng tersebut terbengkalai hingga kini.

    Namun, keberadaan lima benteng masih unik untuk diceritakan, dinikmati, dan disaksikan. Menelusuri benteng-benteng tersebut menjadi wisata yang menakjubkan bagi sejumlah wisatawan minat khusus. Pemkab Sumedang memang tak pernah merawat benteng-benteng ini lalu menjadikannya sebuah objek wiata menarik. Sekarang, mari kita telusuri benteng-benteng tersebut.


    Jadi Saksi Bisu Perang Dunia I
    Enam benteng peninggalan masa pemerintahan Hindia Belanda di Kabupaten Sumedang sangat bisa menjadi objek wisata. Benteng tersebut unik dan langka karena dari seluruh kota/kabupaten peninggalan Belanda di Jawa Barat, hanya ada di Sumedang. Benteng-benteng yang dibangun mulai 1914 atau sekitar 1 abad lalu tersebut menjadi saksi sejarah Perang Dunia I pertama yang juga berdampak di Indonesia. Namun saying Pemkab Sumedang tak serius merawat peninggalan sejarah ini, padahal potensinya sungguh luar biasa.

    “Benteng-benteng peninggalan ini sangat berpotensi menjadi objek wisata menarik karena unik, tapi tak pernah ada penanganan serius malah terbengkalai,” kata pengamat Sejarah dan Budaya di Sumedang Bibing Rusmana.

    Menurut Bibing, pariwisata bisa dikembangkan jika ada dua hal yaitu keindahan dan keunikan. Jika Sumedang tak indah karena tak punya pantai, maka ada potensi lainnya yang unik yang bisa menjadi daya tarik wisata. Pegunungan di Sumedang masih menarik untuk dikunjungi. Apalagi selalu disertai cerita sejarah dan budaya yaitu sejarah masa penjajahan Belanda dan budaya kasundaan zaman Kerajaan Sumedang Larang.

    Dari enam peninggalan benteng di Sumedang, dua benteng pernah dirawat, yaitu Benteng Palasari dan Benteng Gunung Kunci. Dua lokasi ini kini menjadi Taman Hutan Rakyat (Tahura). Semula, Gunung Kunci dan Palasari dikelola Perum Perhutani. Demi kelestarian dan konservasi, dua kawasan hutan kota ini ditarik kewenangannya oleh pemkab di bawah pengelolaan Dinas Kehutanan dan Perkebunan.

    Kegiatan penataan pernah dilakukan di Gunung Kunci dengan dana lebih dari Rp 1 miliar pada 2010. Namun, kegiatan yang semua direncanakan di lokasi ini tak pernah terjadi seperti pementasan seni karena terbangun sebuah panggung terbuka dengan tribune yang mengelilinginya.

    Kini, enam benteng ini terbengkalai dan tak pernah diangkat keunikannya. Padahal, masih ada banyak cerita dan sejarah yang belum terungkap dari benteng-benteng ini mengingat data dan informasi ini hanya dimiliki pemerintahan belanda dengan keamanan yang tinggi.

    Meski Pemkab Sumedang kurang merawat lima BENTENG peninggalan kolonial  Belanda, namun hingga kini benteng-benteng itu masih berdiri kokoh. Berikut kelima benteng tersebut :

    1. Benteng Gunung Palasari
    Benteng Palasari terletak di puncak Gunung Palasari, Kelurahan Pasangrahan, Kecamatan Sumedang Selatan. Benteng yang dibangun sekitar tahun 1913-1917 di atas lahan seluas 6 Ha ini berada di arah timur pusat pemerintahan Sumedang Larang. Terdiri dari 8 buah bangunan beton. Masing- masing benteng dibangun secara terpisah dalam jarak dekat satu sama lain dengan bentuk melingkar. Di dalam benteng ini terdapat 27 ruangan berpintu yang dilengkapi 25 buah jendela dengan 46 buah lubang ventilasi. Dulunya Benteng Palasari yang merupakan benteng tertinggi di sekitar kota Sumedang ini berfungsi sebagai gudang mesiu atau mungkin sebagai pos observasi yang hanya berjarak kurang dari 1 km dari Tangsi Belanda (sekarang KODIM 0610 Sumedang). Untuk menuju benteng ini, Anda bisa mendaki sedikit di Gunung Palasari dari Kampung Sindang Palay di samping Jl. Pangeran Kornel. Jalur pendakian lain adalah dari Nalegong yang berada di samping Jl. Pangeran Sugih. Kedua jalan raya ini adalah jalur utama lalu lintas Sumedang-Cirebon.

    2. Benteng Gunung Kunci
    DIBUAT sekitar 1914-1917. Bangunan di atas lahan seluas 4,6 Ha ini memiliki luas sekitar 2.600 m2 dengan dilengkapi ruangan bawah tanah (gua atau bengker) sekitar 450 m2. Benteng Gunung Kunci dulunya berfungsi sebagai benteng pertahanan yang dilengkapi kubah meriam dan senapan mesin. Belakangan diketahui bahwa benteng ini dibangun di tanah datar, namun pemerintah Belanda ingin mengelabui sekutu dengan menumpuk tanah di bagian atas benteng sehingga bangunan ini seperti berada di bawah bukit.

    3. Benteng Gunung Gadung
    Berada di sebelah utara sekitar 1 km dari pusat pemerintahan Sumedang Larang. Di lokasi ini, terdapat tiga bangunan dengan konstruksi beton bertulang kokoh sampai sekarang. Selain tempat penyimpanan sejata, dilengkapi dengan bungker berjendela yang berfungsi sebagai tempat pengintaian segala aktivitas di kota Sumedang dari arah selatan. Salah satu ruang di dalam benteng itu berukuran kurang lebih 18 meter persegi, dilengkapi ventilasi berupa cerobong udara. Ruang tersebut diperkirakan tempat tentara Hindia Belanda.

    4. Benteng Pamarisen
    BENTENG yang berada Kampung Pamarisen, Desa Mekarjaya Sumedang Utara ini sama fungsi dengan benteng lainnya, yaitu sebagai tempat pertananan dan penyimpangan mesiu. Terdapat dua bangunan dengan konstruksi terbuat dari beton bertulang. Bangunan pertama berukuran 3x2,5 meter dan bagunan lainnya berukuran 4x2,5 meter. Tempat benteng ini dikenal dengan sebutan Pamarisen Benteng. Sekarang, benteng itu sudah banyak yang dirobohkan. Sebuah SD juga dibangun di atas benteng ini serta dijadikan lapang sepak bola.

    5. Benteng Pasir Bilik
    Dinamai Benteng Pasir Bilik sesuai dengan nama tempat di lokasi tersebut, yaitu di Gunung Datar, perbatasan Sumedang Utara dan Tanjungkerta. Lokasi administratifnya berada di Desa Gunturmekar, Kecamatan Tanjungkerta. Dari benteng ini, terlihat pemandangan menuju laut Jawa di Cirebon. Itulah sebabnya Belanda membangun benteng di lokasi ini untuk mengintai pasukan sekutu yang tiba di Cirebon. Oleh warga setempat benteng ini disebut Gedong Peteng yang berarti gedung atau bangunan gelap.

    6. Benteng Darmaga
    Benteng Darmaga adalan benteng air yang dibuat di Kampung Darangdan, Kelurahan Kota Kulon, Sumedang Utara. Benteng ini dibuat untuk mengatur air Sungai Cipeles. Dengan dilengkapi pintu air, Belanda bisa mengatur pasokan air di sungai yang membelah kota Sumedang ini. Belanda juga bisa melimpahkan air ke wilayah kota jika ingin menghambat perjalanan tentara Sekutu yang melintas di jalan Sumedang.

    Sumber Media: inilahkoran.com

    ,

    Warta Lingga Sumedang - Sumedang merupakan kota kecil yang berlokasi di Jawa Barat yang terletak di antara kota Bandung dan Cirebon. Kota ini terkenal dengan makanan khasnya yaitu Tahu Sumedang yang memiliki cita rasa tersendiri dan banyak menjadi makanan favorit di berbagai kalangan. Kota Sumedang juga terkenal sebagai tempat transit bagi para wisatawan yang akan menuju Bandung atau Cirebon. Kota Sumedang juga memiliki berbagai tempat wisata di Sumedang.

    Tempat wisata di Sumedang kini menjadi tujuan para wisatawan karena memiliki keindahan tersendiri dan udara sejuk yang menjadi daya tarik tersendiri bagi para wisatawan. Lokasi wisata kota Sumedang ini sangatlah strategis karena dikelilingi kota-kota besar seperti Indramayu, Majalengka, Garut, Bandung, dan Subang sehingga sangat menarik dan mungkin dapat Anda jadikan salah satu referensi tujuan wisata Anda yang indah dan menyenangkan.

    Berikut beberapa daftar tempat wisata di Sumedang yang menarik untuk Anda kunjungi bersama keluarga.

    1. Citengah
    Citengah adalah sebuah desa yang berada di daaerah Sumedang Selatan. Sebenarnya tempat ini tidak jauh berbeda dengan tempat ikan bakar lainnya menunya pun terbilang biasa saja mulai dari ikan bakar, ayam bakar dan lain–lain
    2. Pemandian Air Panas Buahdua
    a. Sumber Air Panas Sekarwangi merupakan salah satu tempat wisata di Sumedang yang banyak didatangi para wisatawan dari berbagai kota. Sumber Air Panas Sekarwangi ini berlokasi di Desa Sekarwangi kecamatan Buah Dua, tepat kaki gunung Tampomas yang terletak di utara kota Sumedang. Untuk menuju ke lokasi ini dapat Anda tempuh menggunakan beragam alat transportasi sehingga sangat mudah untuk dijangkau.

    b. Pemandian Cipanas Cileungsi merupakan salah satu tempat wisata di kota Sumedang yang dapat Anda jadikan tujuan wisata berikutnya. Lokasi pemandian air panas ini berada di sekitar Cipanas Sekarwangi yang lebih tepatnya terletak di desa Cilangkap kecamatan Buah Dua di sebelah utara kota Sumedang. Air Panas Cileungsi ini memiliki kandungan belerang yang tinggi sehingga bisa dijadikan pengobatan bagi penyakit tertentu. Dan pastinya bagus bagi kesehatan. 


    3. Gunung Tampomas
    Tampomas adalah sebuah gunung berapi yang terletak di Jawa Barat, tepatnya di sebelah utara kota Sumedang. Stratovokalno dengan ketinggian 1684 meter ini juga memiliki sumber air panas yang keluar di daerah sekitar kaki gunung. Gunung Tampomas berada di utara wilayah Kab. Sumedang. Secara administratif, kawasan Tampomas berada di tiga kecamatan, yaitu Buahdua, Conggeang, Paseh, Cimalaka dan Tanjungkerta. 


    4. Gunung Kunci
    Gunung kunci adalah bukit kecil yang terletak sekitar 250 m di sebelah barat alun-alun kota Sumedang. Wisata Alam Gunung Kunci merupakan salah satu tempat wisata di Sumedang yang banyak dikunjungi wisatawan karena memilki pemandangan yang menakjubkan. Di sini juga terdapat gua peninggalan Belanda yang dulunya digunakan sebagai benteng pertahanan masyarakat Sumedang. Wisata Gunung Kunci ini terletak di sebelah utara alun-alun Sumedang kurang lebih 200 meter. Di sini Anda juga dapat menikmati udara yang sejuk dan fresh sehingga sangat bagus bagi pernafasan. 

    5. Kampung Toga
    Lokasi Kampung Toga sekitar 2 km dari pusat pemerintahan Kabupaten Sumedang, dengan ketinggian 650 DPL koordinat S 06.52.35.1, E 107.54.34.5 dengan nuansa perbukitan yang asri dan pemandangan kota Sumedang serta hamparan sawah dan sungai yang dapat dinikmati dengan wisata dirgantara yaitu Paralayang dan gantole.
    Alamat Kampung Toga :Jalan Makam Cut Nyak Dien Gn Puyuh Desa Sukajaya-Sumedang Selatan, Jawa Barat. Telp/Fax (0265) 206567
     

    6. Air Terjun Sindulang
    Curug Sindulang merupakan salah satu tempat wisata di Sumedang yang sudah cukup terkenal. Curug ini sering disebut juga Curug Kembar yang memiliki ketinggian sekitar 30 meter. Lokasi dari Curug Sindulang ini adalah tepat diperbatasan kabupaten Sumedang dan Bandung.  Curug Sindulang merupakan wisata air terjun di mana memiliki keindahan yang sangat menakjubkan serta udarannya yang sejuk membuat banyak orang ingin mengunjungi tempat ini dan menjadikannya salah satu tujuan wisata yang akan dikunjungi.

    7. Taman Rekreasi Pangjugjugan
    Desa Wisata Alam Pangjugjugan adalah tempat bagi pengunjungnya untuk bisa bercengkrama dengan alam, bisa mendengar desau cemara, merasakan gemericik air dan gemulai ikan seraya melihat elang terbang dengan gagahnya di udara”, itu sepenggal kalimat yang ada di brosurnya, tapi memang kenyataannya seperti itu. 

    Pertama masuk ke sana disapa dengan sopan oleh satpam dan penjaga tiket dengan sopan dengan logat sumedang  “Maaf pak beli tiket masuk dulu di sini, satu orang 5.000 parkir motornya  1.000”. Harga yang cukup murah memang untuk kantong masyarakat menengah ke bawah. Setelah masuk anda akan ditunjukkan ke tempat parkir yang sangat luas serta pemandangan alam. Permainan cukup lengkap, cukup bayar  5.000 bisa mendapat  fasilitasnya playground, arena bermain anak, lesehan, terapi ikan, batu refleksi, curug, lapangan futsal, yang bayar kolam renang, flying fox, becak mini, tunggang kuda dan paparahuan. Selain wisata alam ternyata ada ekowisata, bisa keliling kebun, peternakan ungas, kelinci, kambing, sapi perah dan sapi potong. Ada juga sekolah alam, outbond, pelatihan,  bahkan pemancingan juga ada.
     

    8. Museum Geusan Ulun
    Museum Prabu Guesan Ulun terletak di tengah kota Sumedang, 50 meter dari Alun-alun ke sebelah selatan, berdampingan dengan Gedung Bengkok atau Gedung Negara dan berhadapan dengan Gedung-gedung Pemerintah. Jarak dari Bandung sekitar 45 km, sedangkan jarak dari Cirebon sekitar 85 km.

    9. Alun-alun Sumedang
    Monumen ini merupakan icon kota Sumedang. Terletak tepat di pusat kota Sumedang dalam rangka memperingati figure yang sangat penting dalam sejarah yaitu Pangeran Soeriatmaja. Monumen ini dibengun pada tanggal 25 april 1992. 

    10. Kebun Teh Margawindu
    Sejak dulu Sumedang memiliki kawasan teh yang bernama Margawindu yang terletak di kawasan perbukitan Desa Citengah, kecamatan Sumedang Selatan. 
      
    Mungkin tidak seperto kawasanperkebunan teh di Puncak, pengunjung diuntungkan dengan suasana yang jauh lebih asri dan alami di kawasan tersebut. Bisa dikatakan juga belum menjadi orang Sumedang jika belun pernah berkunjung ke perkebunan teh Margawindu.
     
    Beragam tempat wisata di Sumedang di atas semoga dapat manjadi referensi dan pengetahuan bagi Anda yang ingin melakukan perjalanan wisata khususnya ke Sumedang, Maka paling tidak Anda sudah mendapatkan pandangan tentang wisata apa saja yang ingin Anda kunjungi ketika di Sumedang Jawa Barat sehingga Anda dapat menentukan tempat-tempat wisata di Sumedang yang cocok bagi Anda. 

    Sumedang tidak hanya memiliki tempat wisata menarik yang menakjubkan dan menarik para wisatawan untuk selalu berkunjung ke sana, tetapi Sumedang juga kaya akan wisata budaya dan adat diantaranya adalah upacara adat Ngalaksa, Kuda Renggong, Tari Sampiung, Genggong, dan juga alat musik Jentreng yang memilki nilai seni tinggi. Sumedang memang merupakan kota yang kaya wisata alam dan budaya. Beberapa informasi mengenai berbagai macam objek wisata di Sumedang di atas semoga dapat bermanfaat bagi Anda.

    , ,

    Warta Lingga Sumedang -Lambang Kabupaten Sumedang diciptakan oleh R. Mahar Martanegara

    Secara lengkap arti dan makna lambang Kabupaten Sumedang adalah sebagai berikut:

    - Perisai melambangkan ksatria utama, percaya kepada diri sendiri.
    - Sisi merah melambangkan semangat keberanian.
    - Dasar hijau melambangkan kemaksuran, pertanian.
    - Bentuk setengah bola serta kubus pada lingga melambangkan bahwa manusia tidak ada yang sempurna.
    - Sinar matahari melambangkan semangat rakyat dalam mencapai kemajuan.
    - Warna kuning keemasan melambangkan keluhuran budi dan kebesaran jiwa.
    - Sinar sebanyak 17 buah melambangkan angka sakti, tanggal proklamasi kemerdekaan Republik Indonesia.
    - Delapan bentuk daripada lingga melambangkan bulan proklamasi kemerdekaan Republik Indonesia.
    - Sembilan belas buah batu pada lingga, empat buah kaki tembok dan lima buah anak tangga melambangkan tahun proklamasi kemeredekaan Republik Indonesia (1945).
    - Tulisan “Insun Medal” melambangkan kristalisai daripada jiwa dan kepribadian rakyat Sumedang.
    - Dasar hitam melambangkan keteguhan jiwa rakyat Sumedang.
    - Batu cadas berliku-liku putih melambangkan keberanian seorang Bupati Sumedang yaitu Pangeran Kornel yang telah menujukkan perlawanan terhadap penjajahan kolonial.

    Sumber: R. Moch. Achmad Wiriamadja (SIKAP!, 2009)

    ,

    Warta Lingga Sumedang, Dalam Babad Darmaraja yang datang pertama kali ke wilayah yang sekarang dinamai Darmaraja itu adalah kaum awam antara lain pemburu hewan dan pengembara. Mereka hidup disana kemudian datang juga golongna resi yang menyebarkan agama.

    Salah satu yang datang ke tempat itu Sanghiyang Resi Agung dari Nagri Galuh dan membuat padepokan di Cipeueut (Desa Cipaku Darmaraja, red) pinggir Sungai Cimanuk.  Kemudian datang juga Guru Aji Putih ke tempat yang kini bernama Leuwihideung. Saat itulah mulai berdiri kerajaan Tembong Agung.

    Guru Aji Putih inilah yang menyebarkan agama Islam di Sumedang dan dia adalah orang pertama yang bergelar haji karena berangkat ke Mekah untuk memperdalam agama Islam. 

    Nama Aji Putih pun berubah menjadi Guru Haji Aji Putih atau Haji Darmaraja. Makam Prabu guru Aji Putih itu kini berada di Pajaratan Landeuh Desa Cipaku.

    Sumedanglarang sendiri muncul saat Tajimalela berkuasa di wilayah ini. Tajimalela saat itu berseru Insun Medal Madangan ketika  selesai bertapa brata. Namun tak ada yang pasti apa arti kalimat itu. “Dari cerita-cerita di masyarakat maksudnya  kula lahir di tempat ieu (madangan=tempat nyampurnakeun). Nama itu berubah melalui proses nasal (istilah basa) Sumedang Rarang dan menjadi Sumedang Larang,” kata Dharmawan yang lebih dikenal dengan nama Aki Wangsa yang juga pengarang buku Rucatan Budaya Bumi Sumedang.

    Tajimalela ini kemudian menyerahkan kekuasan kepada ketiga anaknya Sunan Ulun, Prabu Lembu Agung dan Prabu Gajah Agung yang akan menjadi raja dengan menyebutkan siapa yang membelah dewegan (kelapa muda) dan ada airnya dialah yang nanti menjadi raja setelah mereka sebelumnya bertapa. “Ternyata yang membuka dewegan ada airnya itu Prabu Lembu Agung tetapi ia menolak menjadi raja karena sesuai tradisi yang menjadi raja yang tertua,” katanya dan terjadi perkelahian karena tidak mau menjadi raja itu.

    Namun akhirnya Tajimalela dan ketiga anaknya bermusyawarah dan memutuskan Prabu Lembu Agung yang menjadi raja. “Dari Prabu Lembu Agung inilah keluar kata lisan Darma Ngarajaan (hanya sekedar menjadi simbol raja saja, red) yang akhirnya menjadi daerah Darmaraja,” katanya. Kini Makam Prabu Lembu Agung berada di Astana Gede Desa Cipaku Kecamatan Darmaraja.

    Sementara Tajimalela akhirnya bertapa ke Gunung Lingga hingga akhir hayatnya dan makamnya juga berada di puncak Gunung Lingga Desa Cimarga, Kecamatan Cisitu.  Kerajaan Sumedang Larang kian maju pesat dan akhirnya memintahkan keraton kerajaanya dari Leuwihideung ke Ciguling Pasanggrahan dan dilanjutkan ke Kutamaya.


Top