Warta Lainnya »

Berita Lainnya »

Saksi Bisu Benteng Peninggalan Kolonial Belanda di Sumedang

Warta Lingga Sumedang - Satu abad silam, tepatnya pada 1914, pemerintah Hindia Belanda membangun enam benteng di lima lokasi wilayah Sumedang, yaitu Benteng Gunung Kunci, Benteng Palasari, Benteng Pamarisen, Benteng Gunung Gadung, Benteng Pasir Bilik dan Benteng Darangdan.

Wanawisata Gunung Kunci Sumedang

Sektar 100 tahun lalu, Sumedang berada di wilayah kekuasaan Kerajaan Mataram yang kemudian diserahkan kepada pemerintahan Belanda, karena kalah perang. Saat itu, bupati yang memimpin adalah Pangeran Suriaatmaja atau Pangeran Mekah.

Benteng Pasir Bilik Gunung Datar Sumedang
Saat menduduki Sumedang, pemerintah kolonial Belanda langsung membangun benteng pertahanan untuk mengawasi tentara Sekutu. Karena saat itu diperkirakan mendarat di Cirebon dan akan menyerang Batavia melalui jalan darat yang dibangun Gubernur Jenderal Herman Willem Daendels. Salah satu cara untuk mengadang gerak pasukan itu, Belanda membangun enam benteng di Sumedang. 
 
Empat benteng di antaranya digunakan sebagai pertahanan Belanda untuk mengintai gerak-gerik sekutu. Satu benteng lainnya yaitu benteng air Darangdan digunakan menahan air di Sungai Cipeles. Pintu air pada benteng tersebut akan dibuka manakala ada penyerangan dari  sekutu. Tujuannya, agar air Cipeles melimpah ke wilayah kota dan menghambat perjalanan rombongan.

Benteng Cipeles Sumedang
Benteng-benteng ini dibangun mulai 1914 sampai dengan 1917. Pemerintah Hindia Belanda meresmikannya pada 1918. Keberadaan benteng-benteng tersebut kini sudah satu abad lamanya di Sumedang.

Sejak Pemerintah Hindia Belanda meninggalkan tanah Sumedang, banyak peninggalan belanda yang mempunyai nilai sejarah dan budaya. Sayang, sejak sepeninggalnya belanda pada 1950 di tanah Pasundan ini, benteng-benteng tersebut terbengkalai hingga kini.

Namun, keberadaan lima benteng masih unik untuk diceritakan, dinikmati, dan disaksikan. Menelusuri benteng-benteng tersebut menjadi wisata yang menakjubkan bagi sejumlah wisatawan minat khusus. Pemkab Sumedang memang tak pernah merawat benteng-benteng ini lalu menjadikannya sebuah objek wiata menarik. Sekarang, mari kita telusuri benteng-benteng tersebut.


Jadi Saksi Bisu Perang Dunia I
Enam benteng peninggalan masa pemerintahan Hindia Belanda di Kabupaten Sumedang sangat bisa menjadi objek wisata. Benteng tersebut unik dan langka karena dari seluruh kota/kabupaten peninggalan Belanda di Jawa Barat, hanya ada di Sumedang. Benteng-benteng yang dibangun mulai 1914 atau sekitar 1 abad lalu tersebut menjadi saksi sejarah Perang Dunia I pertama yang juga berdampak di Indonesia. Namun saying Pemkab Sumedang tak serius merawat peninggalan sejarah ini, padahal potensinya sungguh luar biasa.

“Benteng-benteng peninggalan ini sangat berpotensi menjadi objek wisata menarik karena unik, tapi tak pernah ada penanganan serius malah terbengkalai,” kata pengamat Sejarah dan Budaya di Sumedang Bibing Rusmana.

Menurut Bibing, pariwisata bisa dikembangkan jika ada dua hal yaitu keindahan dan keunikan. Jika Sumedang tak indah karena tak punya pantai, maka ada potensi lainnya yang unik yang bisa menjadi daya tarik wisata. Pegunungan di Sumedang masih menarik untuk dikunjungi. Apalagi selalu disertai cerita sejarah dan budaya yaitu sejarah masa penjajahan Belanda dan budaya kasundaan zaman Kerajaan Sumedang Larang.

Dari enam peninggalan benteng di Sumedang, dua benteng pernah dirawat, yaitu Benteng Palasari dan Benteng Gunung Kunci. Dua lokasi ini kini menjadi Taman Hutan Rakyat (Tahura). Semula, Gunung Kunci dan Palasari dikelola Perum Perhutani. Demi kelestarian dan konservasi, dua kawasan hutan kota ini ditarik kewenangannya oleh pemkab di bawah pengelolaan Dinas Kehutanan dan Perkebunan.

Kegiatan penataan pernah dilakukan di Gunung Kunci dengan dana lebih dari Rp 1 miliar pada 2010. Namun, kegiatan yang semua direncanakan di lokasi ini tak pernah terjadi seperti pementasan seni karena terbangun sebuah panggung terbuka dengan tribune yang mengelilinginya.

Kini, enam benteng ini terbengkalai dan tak pernah diangkat keunikannya. Padahal, masih ada banyak cerita dan sejarah yang belum terungkap dari benteng-benteng ini mengingat data dan informasi ini hanya dimiliki pemerintahan belanda dengan keamanan yang tinggi.

Meski Pemkab Sumedang kurang merawat lima BENTENG peninggalan kolonial  Belanda, namun hingga kini benteng-benteng itu masih berdiri kokoh. Berikut kelima benteng tersebut :

1. Benteng Gunung Palasari
Benteng Palasari terletak di puncak Gunung Palasari, Kelurahan Pasangrahan, Kecamatan Sumedang Selatan. Benteng yang dibangun sekitar tahun 1913-1917 di atas lahan seluas 6 Ha ini berada di arah timur pusat pemerintahan Sumedang Larang. Terdiri dari 8 buah bangunan beton. Masing- masing benteng dibangun secara terpisah dalam jarak dekat satu sama lain dengan bentuk melingkar. Di dalam benteng ini terdapat 27 ruangan berpintu yang dilengkapi 25 buah jendela dengan 46 buah lubang ventilasi. Dulunya Benteng Palasari yang merupakan benteng tertinggi di sekitar kota Sumedang ini berfungsi sebagai gudang mesiu atau mungkin sebagai pos observasi yang hanya berjarak kurang dari 1 km dari Tangsi Belanda (sekarang KODIM 0610 Sumedang). Untuk menuju benteng ini, Anda bisa mendaki sedikit di Gunung Palasari dari Kampung Sindang Palay di samping Jl. Pangeran Kornel. Jalur pendakian lain adalah dari Nalegong yang berada di samping Jl. Pangeran Sugih. Kedua jalan raya ini adalah jalur utama lalu lintas Sumedang-Cirebon.

2. Benteng Gunung Kunci
DIBUAT sekitar 1914-1917. Bangunan di atas lahan seluas 4,6 Ha ini memiliki luas sekitar 2.600 m2 dengan dilengkapi ruangan bawah tanah (gua atau bengker) sekitar 450 m2. Benteng Gunung Kunci dulunya berfungsi sebagai benteng pertahanan yang dilengkapi kubah meriam dan senapan mesin. Belakangan diketahui bahwa benteng ini dibangun di tanah datar, namun pemerintah Belanda ingin mengelabui sekutu dengan menumpuk tanah di bagian atas benteng sehingga bangunan ini seperti berada di bawah bukit.

3. Benteng Gunung Gadung
Berada di sebelah utara sekitar 1 km dari pusat pemerintahan Sumedang Larang. Di lokasi ini, terdapat tiga bangunan dengan konstruksi beton bertulang kokoh sampai sekarang. Selain tempat penyimpanan sejata, dilengkapi dengan bungker berjendela yang berfungsi sebagai tempat pengintaian segala aktivitas di kota Sumedang dari arah selatan. Salah satu ruang di dalam benteng itu berukuran kurang lebih 18 meter persegi, dilengkapi ventilasi berupa cerobong udara. Ruang tersebut diperkirakan tempat tentara Hindia Belanda.

4. Benteng Pamarisen
BENTENG yang berada Kampung Pamarisen, Desa Mekarjaya Sumedang Utara ini sama fungsi dengan benteng lainnya, yaitu sebagai tempat pertananan dan penyimpangan mesiu. Terdapat dua bangunan dengan konstruksi terbuat dari beton bertulang. Bangunan pertama berukuran 3x2,5 meter dan bagunan lainnya berukuran 4x2,5 meter. Tempat benteng ini dikenal dengan sebutan Pamarisen Benteng. Sekarang, benteng itu sudah banyak yang dirobohkan. Sebuah SD juga dibangun di atas benteng ini serta dijadikan lapang sepak bola.

5. Benteng Pasir Bilik
Dinamai Benteng Pasir Bilik sesuai dengan nama tempat di lokasi tersebut, yaitu di Gunung Datar, perbatasan Sumedang Utara dan Tanjungkerta. Lokasi administratifnya berada di Desa Gunturmekar, Kecamatan Tanjungkerta. Dari benteng ini, terlihat pemandangan menuju laut Jawa di Cirebon. Itulah sebabnya Belanda membangun benteng di lokasi ini untuk mengintai pasukan sekutu yang tiba di Cirebon. Oleh warga setempat benteng ini disebut Gedong Peteng yang berarti gedung atau bangunan gelap.

6. Benteng Darmaga
Benteng Darmaga adalan benteng air yang dibuat di Kampung Darangdan, Kelurahan Kota Kulon, Sumedang Utara. Benteng ini dibuat untuk mengatur air Sungai Cipeles. Dengan dilengkapi pintu air, Belanda bisa mengatur pasokan air di sungai yang membelah kota Sumedang ini. Belanda juga bisa melimpahkan air ke wilayah kota jika ingin menghambat perjalanan tentara Sekutu yang melintas di jalan Sumedang.

Sumber Media: inilahkoran.com

Tidak ada komentar:

Write a Comment


Top